MENJAGA AGAMA DI TENGAH ZAMAN FITNAH

Gunungkidul TV – Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, ketika informasi datang silih berganti tanpa henti, kita kerap merasa kehilangan sosok-sosok teladan yang selama ini menjadi penerang jalan.

Para ulama dan orang-orang saleh wafat satu demi satu, meninggalkan ruang kosong yang kian terasa. Fenomena ini sejatinya sudah disabdakan Rasulullah ﷺ: akan datang suatu masa penuh fitnah, ketika manusia kebingungan dan arah agama semakin memudar.

Ketika seorang alim meninggal dunia, bukan hanya berkurang jumlah orang pandai, tetapi cahaya petunjuk di bumi pun meredup. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa ilmu tidak hilang sekaligus, melainkan dengan wafatnya para ulama. Hingga akhirnya, masyarakat menjadikan orang-orang yang tak berilmu sebagai panutan. Akibatnya, fatwa-fatwa tanpa dasar bermunculan, menyesatkan diri mereka sendiri sekaligus orang lain.

Fenomena inilah yang kini kita saksikan. Suara bising dunia kerap mengalihkan perhatian manusia dari Allah. Bahkan, orang yang berusaha menegakkan agama justru dianggap asing dan dipandang sebelah mata. Namun, Rasulullah ﷺ memberi kabar gembira: Islam memang lahir dalam keadaan asing, dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang tetap teguh di jalan kebenaran meski tampak berbeda.

Menjadi Pelita di Tengah Gelap

Zaman ini menuntut setiap orang beriman untuk tidak sekadar meratapi keadaan, tetapi mengambil peran. Allah berpesan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Ma’idah: 105) agar kita menjaga diri dan iman. Menjaga diri berarti memperkuat akidah, memperbaiki akhlak, serta menghidupkan amal saleh.

Langkah itu sederhana namun menuntut konsistensi: belajar agama dari sumber yang benar, mengamalkannya dengan ikhlas, dan saling menasihati dalam kebaikan. Nasihat tidak hanya berupa kata-kata, melainkan juga teladan nyata dalam keseharian. Bagaikan pelita kecil yang meski cahayanya redup, tetap mampu mengusir kegelapan di sekitarnya.

Ibadah Sebagai Benteng

Di tengah derasnya arus distraksi media sosial, gaya hidup, hingga pemikiran-pemikiran baru membentengi diri dengan ibadah menjadi penting. Rasulullah ﷺ menyebut bahwa beribadah di masa kekacauan bernilai setara dengan berhijrah kepada beliau. Artinya, sekecil apapun amal yang kita jaga dengan sungguh-sungguh, ia memiliki bobot luar biasa di sisi Allah.

Membiasakan tilawah Al-Qur’an, menjaga shalat tepat waktu, berdoa khusyuk, serta bergaul dengan orang-orang baik adalah ikhtiar agar hati tetap hidup. Semua itu menjadi pagar agar kita tidak hanyut dalam derasnya gelombang kelalaian.

Harapan Husnul Khatimah

Tidak ada yang bisa menjamin kita sempat menyaksikan kejayaan Islam kembali. Namun, setiap orang bisa memastikan bahwa saat ajal tiba, ia berada di jalur menjaga agama Allah. Rasulullah ﷺ menyebut, siapa yang wafat dalam keadaan mencintai syariat Allah akan dikumpulkan bersama para nabi dan orang-orang shiddiqin.

Itulah mengapa, meski satu per satu tokoh teladan berpulang, kesempatan kita untuk mengambil peran masih terbuka lebar. Setidaknya di lingkaran kecil kita keluarga, tetangga, komunitas kita bisa menjadi penjaga cahaya itu. Dengan memperbanyak istighfar, menjaga lisan, memperkuat niat, dan memohon husnul khatimah, setiap muslim dapat mengisi kekosongan yang ditinggalkan para pendahulu.

Penutup

Di tengah zaman fitnah, menjaga agama bukan perkara mudah. Namun, Al-Qur’an menggambarkan ada sekelompok orang beriman yang tetap setia pada janji mereka kepada Allah; sebagian telah gugur, sebagian masih menunggu, dan mereka tidak mengubah janjinya sedikit pun (QS. Al-Ahzab: 23).

Semoga kita termasuk dalam barisan itu menjadi pribadi yang tetap teguh, menyalakan cahaya iman, dan menjaga agama di tengah gelapnya fitnah zaman.

Ditulis oleh Taufan Hidayat disunting oleh Immawan Muhammad Arif (Redaksi Gunungkidul TV)

__Terbit pada
Agustus 28, 2025
__Kategori
Ragam