
DARI BUS KOTA HINGGA TRAVEL ONLINE, SEJARAH TRANSPORTASI UMUM JOGJA–WONOSARI
Gunungkidul TV – Bagi masyarakat Gunungkidul, bus jurusan Jogja Wonosari bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah bagian dari cerita hidup, saksi bisu perjalanan perantau, mahasiswa, hingga wisatawan yang ingin menjelajahi keindahan selatan Yogyakarta.
Puluhan tahun lalu, sebelum jalan Patuk diperlebar dan sebelum jalan Jogja Wonosari Gunungkidul seramai sekarang, bus menjadi satu-satunya moda yang menghubungkan Wonosari dengan Kota Gudeg. Di saat kendaraan pribadi masih bisa dihitung jari, bus adalah raja jalanan.
Masa Keemasan Bus Lokal
Sekitar era 1970–1990-an, nama-nama PO bus lokal melegenda di jalur ini. Sebut saja Maju Lancar, Rawit Mulyo, Perama Sakti, Sri Mulyo Putra (SMP), Segoro Kidul, hingga Widoro Kandang. Dengan ciri khas bus medium berwarna mencolok, mereka setia melayani penumpang dari Terminal Giwangan menuju Terminal Dhaksinarga, Wonosari.
Suasana terminal kala itu penuh hiruk pikuk. Pedagang asongan menawarkan kacang rebus, tahu bacem, hingga minuman botol. Sopir dan kondektur dengan suara lantang berteriak, “Sari… Wonosari… Wonosari… mari, mari naik!” sebuah pemandangan yang kini mulai jarang dijumpai.
Dari Transportasi Massal ke Angkutan Alternatif
Memasuki era 2000-an, geliat transportasi mulai berubah. Masyarakat semakin banyak memiliki sepeda motor dan mobil pribadi dengan bayar DP cukup 100-200rb saja. Perlahan, jumlah penumpang bus umum menurun drastis. Armada yang dulunya hilir mudik tiap 10 menit, kini hanya tersisa beberapa unit dengan jadwal yang semakin terbatas.
Bus-bus tradisional yang dulu jadi primadona mulai kalah bersaing. Beberapa PO memilih alih usaha ke jalur AKAP (antar kota antar provinsi) atau ke sektor pariwisata. Sementara di jalur Jogja–Wonosari, kini hanya tersisa bus sedang dengan operator kecil yang dikelola secara lokal.
Munculnya Travel dan Moda Modern
Saat malam tiba, ketika bus umum sudah berhenti beroperasi sekitar pukul 18.00 WIB, masyarakat beralih ke taksi sewaan, travel Jogja–Pacitan, atau layanan travel online. Fenomena ini menandai pergeseran budaya transportasi: dari sistem massal berbasis terminal ke sistem layanan berbasis pemesanan.
Namun, meski keberadaannya makin terbatas, bus Jogja–Wonosari tetap punya tempat istimewa di hati warga. Ia adalah penghubung yang membentuk sejarah sosial-ekonomi Gunungkidul. Bus ini telah membawa ribuan anak muda berangkat kuliah ke Jogja, mengantar perantau pulang kampung, hingga menghubungkan wisatawan dengan pantai-pantai eksotis Gunungkidul.
Romantika yang Tak Tergantikan
Kini, mungkin sebagian anak muda lebih akrab dengan aplikasi travel ketimbang suara kondektur yang berteriak “Sari Wonosari.. Wonosari..!”. Tetapi bagi generasi yang pernah mengalaminya, naik bus Jogja–Wonosari adalah pengalaman penuh nostalgia. Duduk di kursi berjajar, menembus tikungan Patuk, sambil melihat kelap-kelip lampu kota Jogja dari ketinggian, adalah kenangan yang tak bisa digantikan kendaraan modern mana pun. Transportasi boleh berubah, zaman boleh berganti. Namun cerita tentang bus Jogja Wonosari akan selalu hidup, sebagai bagian dari denyut nadi perjalanan Gunungkidul menuju masa depan.
Inilah imeline Sejarah Transportasi Jogja–Wonosari
Era 1960–1970an
- Bus mulai jadi moda utama penghubung Jogja–Wonosari.
- Jumlah kendaraan pribadi masih sedikit, sehingga bus menjadi tumpuan utama masyarakat.
Era 1980–1990an (Masa Keemasan)
- Muncul banyak PO lokal legendaris: Maju Lancar, Rawit Mulyo, Perama Sakti, Sri Mulyo Putra (SMP), Segoro Kidul, Widoro Kandang
- Suasana terminal ramai: pedagang asongan, sopir berteriak menawarkan jurusan, bus beroperasi hampir setiap 10–15 menit.
Era 2000–2010
- Jumlah penumpang mulai menurun seiring meningkatnya kepemilikan motor dan mobil pribadi.
- Beberapa PO bus berhenti beroperasi atau beralih ke jalur AKAP (antar kota antar provinsi) dan pariwisata.
- Jalur Jogja–Wonosari mulai hanya dilayani bus sedang (medium bus).
Era 2010–2020
- Bus reguler makin terbatas, rata-rata hanya sampai pukul 18.00 WIB.
- Malam hari, masyarakat mulai beralih ke travel, taksi sewaan, dan layanan carteran.
- Budaya naik bus tradisional mulai bergeser ke moda transportasi berbasis pemesanan.
Era 2020–Sekarang
- Travel online dan kendaraan pribadi semakin mendominasi.
- Jalur bus Jogja–Wonosari masih ada, tetapi jumlah armadanya minim.
- Bagi generasi lama, bus tetap menyimpan romantika nostalgia: perjalanan melewati tanjakan Patuk, melihat lampu kota Jogja dari ketinggian, dan suara kondektur berteriak Sari Wonosari Wonosari” yang kini hampir punah.
Transportasi Jogja–Wonosari adalah cermin perubahan zaman. Dari masa ketika bus menjadi raja jalanan hingga kini digantikan travel modern, kisahnya tetap melekat dalam ingatan masyarakat Gunungkidul. (Red/Diambil dari berbagai sumber)