
GUNUNGKIDUL 195 TAHUN, PERINGATAN HARI JADI BERBALUT TRADISI JAWA YANG MENGHIDUPKAN SEJARAH
Gunungkidul TV – Langit pagi tadi di Alun-alun Wonosari, Sabtu (4/10), terasa berbeda. Sejak pagi masyarakat sudah berbondong-bondong datang.
Gapura berhias janur kuning, umbul-umbul merah putih berderet rapi, dan gamelan yang mengalun gending Wilujeng menghadirkan suasana teduh nan sakral. Kabupaten Gunungkidul yang kini menginjak usia ke-195 tahun merayakan hari jadinya dengan kemasan upacara khas Jawa yang memikat.

Tidak seperti upacara formal biasa, peringatan tahun ini benar-benar mengajak warga ’mampir’ ke masa lalu. Para pejabat dan petugas upacara mengenakan beskap, jarik, dan blangkon. Para ibu tampil anggun dalam kebaya. Bahkan bahasa pengantar seluruh rangkaian acara menggunakan bahasa Jawa krama alus. Seolah alun-alun berubah menjadi ’panggung keraton’ yang hidup di tengah kota.
Rangkaian peringatan telah dimulai sejak malam sebelumnya dengan tirakatan: doa bersama, pembacaan sejarah Gunungkidul, dan tembang macapat yang mendayu. Puncaknya terjadi pagi ini, ketika kirab bregada prajurit mengiringi pembawa pusaka dan tumpeng dari titik bersejarah menuju lapangan upacara. Ribuan pasang mata menyaksikan prosesi tersebut, merasakan getaran kebanggaan atas tanah kelahiran.
Upacara dimulai dengan laporan pemimpin upacara, pengibaran bendera Merah Putih yang tetap khidmat namun berbalut adat. Mengheningkan cipta diiringi alunan suling dan gamelan membuat suasana semakin syahdu. Sejarah Hari Jadi Gunungkidul dibacakan dalam bahasa Jawa alus, mengajak hadirin menyelami perjalanan panjang kabupaten ini dari masa ke masa.
Bupati Gunungkidul dalam sambutannya menyampaikan bahwa peringatan hari jadi ini bukan sekadar rutinitas, tetapi momentum untuk mengingat jasa para pendiri dan meneguhkan tekad membangun masa depan. “Warisan budaya adalah kekuatan kita. Tradisi tidak menghambat, melainkan menguatkan semangat maju,” ujarnya dalam sisipan bahasa Jawa yang disambut tepuk tangan warga.

Setelah doa penutup dibacakan tokoh adat dan rohaniawan secara bergantian, pemotongan tumpeng simbolik dilakukan. Potongan pertama diserahkan kepada tokoh masyarakat dan anak-anak sebagai lambang syukur dan harapan. Sesudahnya, suasana serius berganti semarak. Tari Gambyong, jathilan, dan gejog lesung tampil bergantian menghibur hadirin, menyatukan generasi tua dan muda dalam irama budaya.
Peringatan Hari Jadi Gunungkidul ke-195 ini tidak hanya menyajikan seremoni, tetapi juga menghadirkan pengalaman budaya yang hidup. Upacara yang dikreasikan dengan adat Jawa ini membuktikan bahwa sejarah dan tradisi adalah sumber inspirasi untuk melangkah ke depan. Masyarakat pulang dengan senyum, membawa cerita, dan rasa bangga menjadi bagian dari Gunungkidul yang terus bertumbuh, sekaligus tetap berakar pada nilai-nilai luhur.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.