
KETIKA OPERASI SAR PANTAI GUNUNGKIDUL RESMI DITUTUP, DI ANTARA OMBAK PANTAI SIUNG MASIH ADA DOA UNTUK AZKA
Gunungkidul TV – Debur ombak Pantai Siung masih menggulung seperti biasa. Matahari terbit dan tenggelam, mengukir warna-warna yang dulu sempat dipandangi Azka Nurfadilah seorang perempuan petualang dari Jakarta Timur yang hingga kini belum ditemukan sejak hilang pada hari ulang tahunnya yang ke-28.
Ahad, 3 Agustus 2025, tepat tujuh hari sejak pencarian dimulai, operasi SAR resmi ditutup. Bukan karena para relawan menyerah, melainkan karena semua daya dan upaya telah dikerahkan. Lebih dari 100 personel terlibat setiap harinya, menyisir darat, laut, dan udara dengan drone, jukung, jetski, hingga pemantauan visual dari tebing. Namun, lautan belum berkenan membuka rahasianya. “Segala metode telah kami upayakan. Tapi hasilnya nihil,” ujar Kamal Riswandi, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Yogyakarta.
Keputusan penutupan operasi dilakukan setelah evaluasi bersama keluarga dan seluruh tim. Berat, memang. Namun dalam dunia pencarian dan pertolongan, ada titik saat ikhtiar teknis harus beralih menjadi ikhtiar doa.
Datang Sendiri, Mencari Sunyi
Kisah Azka bermula Kamis sore, 24 Juli. Saat wisatawan ramai datang bersama keluarga atau pasangan, Azka datang sendiri. Menenteng tenda, memburu senja. Ia memilih sudut sepi di ujung barat pantai untuk mendirikan tenda, menghadap langsung samudra yang seolah tak berujung. Azka dikenal sebagai pecinta alam. Gunung, hutan, dan pantai bukan tempat asing baginya. Tapi kali ini berbeda—ia datang untuk merayakan ulang tahun sendirian, di tengah alam. Tanggal 26 Juli adalah hari ulang tahunnya, dan ia memilih Pantai Siung sebagai tempat bermeditasi dalam sunyi.
Esok paginya, ia mendatangi pos SAR dan menunjukkan video lokasi yang ingin ia kunjungi: Watu Togok, batu besar menyerupai tokoh pewayangan Togog yang berdiri angkuh di sisi timur tebing. Jalur ke sana tidak resmi, licin dan curam, dengan risiko langsung berbenturan dengan ombak ganas Samudra Hindia. Petugas SAR telah memperingatkan. Tapi Azka tetap ingin ke sana. Sekadar melihat, katanya. Dan ia pun berangkat.
Ulang Tahun yang Menjadi Tanda Tanya
Jumat siang, seorang nelayan melihat Azka di sekitar Watu Togok. Tim SAR menjemput dan membujuknya kembali ke area aman. Semua mengira perjalanan itu sudah berakhir. Namun Sabtu dini hari, pukul 02.00, seorang petugas sempat melihat Azka duduk di depan tendanya. Tampak tenang, menikmati malam. Mungkin sedang mengucap selamat ulang tahun pada dirinya sendiri.
Pagi harinya, ia lenyap. Tendanya kosong, sewa sudah habis, dan tak ada jejak ke mana ia pergi. Motor miliknya masih terparkir, tapi kuncinya tidak ditemukan. Barang-barangnya utuh misalkan ponsel, dompet, pakaian, mukena, bahkan obat-obatan. Sejak saat itu, nama Azka tercatat sebagai hilang. Dan Pantai Siung pun menjadi saksi dari misteri yang belum terpecahkan.
Watu Togok: Indah dan Angkuh
Bagi sebagian orang, Watu Togok adalah tempat mistis. Tak sedikit warga lokal menyebutnya sakral, tempat yang harus didekati dengan hormat dan kewaspadaan. Medannya curam, bebatuannya licin, dan hanya mereka yang benar-benar siap yang berani mendekat. Ketika ombak sedang pasang, bahkan para nelayan memilih menjauh. Mungkin Azka tak ingin menaklukkan alam. Ia hanya ingin larut dalam keindahan, di hari yang spesial. Tapi tempat seindah Watu Togok juga menyimpan ancaman.
Operasi yang Melelahkan, Harapan yang Masih Terus Menyala
Sejak Senin, 28 Juli, pencarian dilakukan besar-besaran. Area disisir hingga ke barat dan timur Gunungkidul, bahkan diperluas sampai perairan Cilacap dan Pacitan. Tapi alam belum memberikan jawaban. Akhirnya, sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014, operasi SAR ditutup setelah tujuh hari. Tapi bukan berarti semuanya berakhir. “Jika ditemukan petunjuk baru, operasi bisa dibuka kembali,” tegas Kamal.
Kini, Pantai Siung kembali tenang. Tenda Azka telah dibongkar. Tapi bagi mereka yang tahu kisahnya, setiap gulungan ombak kini membawa doa. Setiap hembusan angin menyelipkan harapan.
Azka, Mungkin Kau Tak Pernah Hilang
Azka datang bukan untuk menghilang. Ia datang untuk merayakan hidup dengan caranya sendiri. Ia menyatu dengan alam yang dicintainya, dan barangkali, masih berada di sana, menyatu dengan semesta dalam bentuk yang belum bisa kita pahami. Mungkin ia tak hilang. Mungkin ia hanya pergi lebih jauh, ke tempat yang hanya bisa dijangkau oleh jiwa-jiwa yang bebas dan berani seperti dirinya.
Dan di antara bisik angin laut serta kokohnya Watu Togok, kita terus berdoa: semoga Azka ditemukan. Atau jika tidak, semoga ia damai, dipelukan alam yang ia percaya.
Ditulis dengan hormat untuk keluarga dan sahabat Azka Nurfadilah. Semoga cahaya dan ketegaran menyertai.
Sumber: informasi Yogyakarta via Facebook