MALAM MINGGU TERASA PANJANG, KENAPA YA?

Gunungkidul TV – Bagi sebagian orang, malam Minggu adalah waktu yang dinanti. Bagi sebagian lainnya, justru terasa begitu panjang. Lebih panjang dari hari-hari biasa, bukan karena rotasi bumi melambat, tetapi karena perasaan yang mengendap.

Secara astronomis, malam Minggu yakni malam menjelang hari Ahad tidaklah lebih panjang dari malam lain. Panjang malam tetap ditentukan oleh posisi matahari terhadap bumi. Namun, dalam kehidupan sosial masyarakat, malam Minggu memikul makna berbeda: ia adalah malam yang berdenyut. Waktu di mana aktivitas manusia meluber keluar dari rutinitas harian, melarikan diri dari pekerjaan, sekolah, atau kesibukan lainnya.

 

Di kota-kota maupun pelosok desa, suasana malam Minggu kerap terasa lebih hidup. Di Kapanewon Wonosari, pusat Kabupaten Gunungkidul, alun-alun mulai dipadati pengunjung sejak sore. Keluarga duduk santai di atas tikar, anak-anak berlari-lari mengejar balon atau odong-odong, sementara muda-mudi menikmati secangkir kopi. Musik jalanan menambah semarak, membuat suasana menjadi hangat dan penuh kehidupan.

Namun tak semua orang menikmati malam Minggu dalam keramaian. Ada pula yang merasakannya dalam sepi. Bagi mereka yang belum berpasangan, malam Minggu seringkali dijuluki malam paling panjang. Media sosial turut memperkuat narasi ini, dengan candaan khas warganet: malam minggu kelabu, mabar bukan pacaran, hingga scroll TikTok sampai subuh.

Fenomena ini bukan semata soal asmara. Psikolog sosial menyebutnya sebagai loneliness in contra kesepian yang semakin terasa karena melihat orang lain tampak bahagia. “Saat orang lain bersosialisasi dan kita tidak, otak memproses kontras itu sebagai perasaan terisolasi,” ujar Rina Apriastuti, M.Psi., psikolog asal Yogyakarta.

Di sisi lain, malam Minggu juga menjadi peluang. Bagi pelaku UMKM, malam Minggu adalah momen emas. Warung bakso, angkringan, hingga pedagang dadakan bermunculan. Ekonomi kecil bergerak dinamis mengikuti denyut malam. Tidak heran, banyak pelaku usaha memilih memperpanjang jam operasional hingga tengah malam atau bahkan dini hari.

Fenomena malam Minggu yang panjang akhirnya menjadi semacam refleksi sosial: tentang bagaimana waktu yang sama bisa terasa berbeda bagi setiap orang. Bagi mereka yang berkumpul, ia terasa hangat. Bagi yang sendiri, bisa jadi terasa sunyi. Tapi di antara itu semua, malam Minggu tetaplah malam yang hidup entah dalam tawa atau dalam hening.

Dan di balik semua itu, satu hal yang pasti: malam Minggu akan selalu kembali, membawa cerita yang berbeda bagi siapa pun yang menjalaninya.

__Terbit pada
Agustus 2, 2025
__Kategori
Ragam