
PISAU DIGITAL DI GENGGAMAN, KETIKA HANDPHONE (SMARTPHONE) MENJADI CERMIN JIWA
Gunungkidul TV – Setiap pagi, siang, sore bahkan malam hari belum sempurna ketika jari-jemari kita belum menyentuh layar handphone. Benda kecil yang dulu hanya alat komunikasi, kini menjelma menjadi segala-galanya asisten pribadi, penghibur, penyimpan rahasia, bahkan teman paling setia. Ia hadir di meja makan, kamar tidur, musala, masjid, hingga kamar mandi. Dalam diam, ia menyaksikan segalanya. Tapi, apakah kita menyadari bahwa benda mungil ini adalah pisau bermata dua?
Sebagaimana pisau, handphone bisa digunakan untuk memasak makanan halal atau menusuk orang tanpa suara. Ia bisa menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir, atau sebaliknya, menjadi catatan panjang dosa yang diam-diam menggerogoti akhirat kita.
Lebih Dekat dari Keluarga, Lebih Jujur dari Pengakuan
Di era digital, tak ada benda yang lebih tahu siapa diri kita sebenarnya selain handphone. Ia tahu apa yang kita cari, siapa yang sering kita hubungi, situs apa yang kita buka diam-diam, bahkan jam-jam di mana kita sedang tidak baik-baik saja. Apa yang kita ketik, apa yang kita simpan, semua menjadi jejak digital yang kelak tak bisa dihapus begitu saja.
Allah telah memperingatkan dalam Al-Qur’an “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Maka setiap klik, ketikan, unggahan, dan komentar di dunia maya bukan hanya urusan privasi, melainkan perkara hisab.
Jalan Dakwah atau Jalan Maksiat?
Kita sering menyangka bahwa dakwah itu hanya milik para ustaz di podium atau tokoh agama di layar TV. Padahal, satu kiriman WhatsApp yang menguatkan, satu repost kajian di Instagram, atau satu komentar positif bisa menjadi sumber pahala yang tak terputus. Rasulullah ﷺ bersabda “Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pelakunya.” (HR. Muslim)
Bayangkan betapa besar potensi kebaikan yang bisa lahir dari ujung jempol kita. Tapi sebaliknya, betapa dahsyat pula kerusakan yang bisa kita timbulkan jika handphone ini digunakan untuk menyebar ghibah, fitnah, hoaks, pornografi, atau ujaran kebencian. “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36)
Handphone yang kita anggap hanya alat, ternyata merekam lebih banyak hal dari yang kita duga.
Sekali Posting, Bisa Jadi Bekal Neraka
Dalam hadits yang mengejutkan, Rasulullah ﷺ bersabda “Seseorang bisa mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah murka, padahal ia tidak menganggapnya penting, dan karena itu ia terjerumus ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Satu komentar pedas di media sosial, satu video yang kita bagikan tanpa pikir panjang, bisa saja jadi sebab turunnya murka Allah. Lalu bagaimana kita bisa enteng mengetik sesuatu yang menyakitkan hanya demi seru-seruan atau biar viral?
Layar Kecil, Amanah Besar
Mari jujur pada diri sendiri. Apa isi galeri foto kita? Riwayat pencarian kita? Grup-grup yang kita ikuti? Jika semua itu diputar di hadapan publik atau keluarga, apakah kita masih merasa tenang? Mungkin kita jarang berpikir bahwa benda yang ada di genggaman setiap hari ini akan bersaksi atas kita di hadapan Allah. Dalam firman-Nya disebutkan: “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam suatu Kitab.” (QS. An-Naba’: 29)
Ya, handphone-mu bisa jadi saksi. Ia bisa bicara. Ia bisa membela atau memberatkanmu. Jika ia digunakan untuk kebaikan, ia akan memintakan ampun. Tapi jika ia digunakan untuk maksiat, ia akan bersaksi dengan getir.
Jangan Sampai Menyesal
Kadang bukan dosa besar yang menjatuhkan manusia, tapi dosa kecil yang dipelihara terus menerus. Kita tak sadar bahwa yang setiap hari kita konsumsi lewat layar bisa membentuk karakter, merusak hati, dan menumpulkan empati.
Mulailah dari hal kecil: kirimkan pesan positif, sebarkan pengingat ibadah, hindari klik yang haram. Jadikan handphone sebagai jalan dakwah, bukan jalan celaka.
Mari akhiri dengan istighfar
اللهم اجعلنا ممن يستعمل النعمة في طاعتك، ولا تجعلها حجةً علينا يوم نلقاك
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang menggunakan nikmat-Mu untuk taat kepada-Mu, dan jangan Engkau jadikan nikmat itu sebagai hujjah yang memberatkan kami saat kami berjumpa dengan-Mu.“ Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Karena yang paling berbahaya bukan handphonenya tapi hati yang tak lagi peduli apa yang diketikkan oleh jari-jemarinya sendiri.
Ditulis oleh: Dwi Taufiq Hidayat