
SAMODRA PUSPA JATI FILOSOFI LAMBANG BATIK KALURAHAN GIRICAHYO GUNUNGKIDUL, SIMBOL KEARIFAN DAN KEINDAHAN ALAM
Gunungkidul TV – Di tengah Selasa malam Rabu Pon, (29/07/2025) langit Giricahyo tampak bersinar dengan semangat budaya yang membara.
Bertempat di Balai Kalurahan Giricahyo, masyarakat setempat mempersembahkan karya istimewa dalam rangka Semarak Hari Jadi Kalurahan. Sebuah mahakarya batik baru resmi diperkenalkan kepada publik dengan nama yang penuh makna: Samodra Puspa Jati.
Makna Dalam Nama dan Warna
Nama Samodra Puspa Jati diambil dari tiga kata penuh filosofi yakni Samodra (samudra), Puspa (bunga), dan Jati (jati/keaslian atau pohon jati). Setiap kata mengandung makna mendalam dan dipadukan dengan nuansa warna seperti hijau, merah, biru, dan putih yang masing-masing menyimpan simbol kehidupan masyarakat Kalurahan Giricahyo.
Hijau menggambarkan hamparan pertanian yang menjadi mata pencaharian utama warga. Hijau juga melambangkan kesejukan, kedamaian, dan keteduhan, seperti suasana pegunungan dan perbukitan yang mengelilingi desa ini sebuah kawasan yang identik dengan nama Giri dalam Giricahyo, yang berarti gunung.
Puspa: Bunga dalam Rupa dan Sikap
Motif bunga dalam batik ini merujuk pada keragaman hayati yang tumbuh di wilayah Giricahyo. Secara khusus, bunga jati yang disebut “ceplik” menjadi lambang keanggunan dan ketulusan. Bunga berwarna merah melambangkan keberanian dan kedewasaan, sedangkan bunga putih mencerminkan kemurnian niat dan hati yang bersih. Lebih dari sekadar simbol botani, puspa juga melambangkan karakter masyarakat Giricahyo: ramah, sopan, rendah hati, dan hangat dalam menyambut siapa pun. Seperti bunga yang mekar dan menyebarkan harum, begitu pula warga Giricahyo menyebarkan keramahan dan memperkuat identitas pariwisata desa yang sudah terkenal hingga ke mancanegara.
Samodra: Lautan sebagai Cermin Ketangguhan
Motif gelombang laut dan warna biru serta putih menggambarkan posisi geografis Kalurahan Giricahyo yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di sisi selatan. Garis pantainya yang memanjang sekitar 11 kilometer menyimpan panorama tebing eksotis dan pantai-pantai indah seperti Pule, Gubug Goa/Watu Lawang, Mluwa, Kidangan, Luweng Amba, Celengtiba, Ngepring, hingga Bukit Soka Paralayang.
Laut tidak hanya menjadi batas geografis, tetapi juga metafora keteguhan dan daya tahan. Seperti gelombang yang tak henti menghantam karang, masyarakat Giricahyo digambarkan sebagai sosok yang Tatag (tegar), Tangguh (kuat), Tanggon (siaga), Kukuh (kokoh), dan Bakuh (teguh pendirian). Mereka membangun desa dengan semangat persatuan dan harmoni, selaras dengan alam dan langit yang menaungi.
Simbol Kesatuan dan Harapan
Dengan tajuk Samodra Puspa Jati, Kalurahan Giricahyo mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terus menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Batik ini bukan sekadar kain bercorak, tetapi juga penanda jati diri sebuah refleksi dari semangat gotong royong dan cita-cita luhur warga desa dalam membangun masa depan yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal. (Red)