TRETHEK JAMBU DAN LAUNCHING BATIK SAMODRA PUSPA JATI GUNUNGKIDUL WARNAI KEGIATAN PERDANA SEMARAK PERINGATAN HARI JADI KALURAHAN GIRICAHYO 

Gunungkidul TV – Di tengah derasnya modernisasi dan arus budaya global yang tak terbendung, suara ritmis bambu dan kayu kembali menggema di Balai Kalurahan Giricahyo, Selasa malam (29/07/2025).

Bukan dari instrumen modern atau musik digital melainkan dari Trethek seni pertunjukan tradisional khas Dusun Jambu, Kalurahan Giricahyo, Kapanewon Purwosari, Gunungkidul.

 

Dalam rangka semarak memperingati Hari Jadi Kalurahan Giricahyo yang akan dilaksanakan 10 September 2025 masyarakat Padukuhan  Jambu tampil istimewa. Mereka mempersembahkan pertunjukan Trethek Jambu Nyawiji Murakabi sebagai bentuk ekspresi budaya sekaligus simbol identitas lokal. Dibalut dalam suasana akrab dan penuh kebersamaan, pertunjukan ini menghadirkan nuansa otentik kehidupan pedesaan lengkap dengan irama kayu, bambu, hingga alat rumah tangga yang dialihfungsikan menjadi instrumen musik sederhana namun sarat makna. “Trethek ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah suara kami — tentang gotong royong, kehidupan, dan tawa kami sehari-hari,“ ungkap salah satu seniman senior Trethek dari Padukuhan Jambu.

Acara dimulai sejak pukul 20.00 WIB dengan registrasi peserta dan hadirin, kemudian dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Pentas perdana diisi dengan Tari Golek Ayun-Ayun, tarian klasik yang menandai dimulainya perayaan. Setelah itu, rangkaian sambutan mengalir dari Dukuh Jambu Edi Nur Hidayat, serta Lurah Giricahyo, Suprayana, yang menyampaikan apresiasi atas semangat pelestarian budaya oleh warga.

Salah satu momen penting malam itu adalah launching Batik Samodra Puspa Jati, yang kini diresmikan sebagai ikon batik khas Kalurahan Giricahyo. Dengan motif yang terinspirasi dari filosofi alam dan semangat gotong royong masyarakat pesisir dan pegunungan, batik ini diharapkan menjadi ciri khas baru yang memperkuat identitas lokal di ranah yang lebih luas.

Trethek Jambu menjadi pertunjukan penutup yang paling dinantikan. Irama rancak dan jenaka, dialog spontan yang dibalut sindiran sosial khas pedesaan, serta semangat kolaborasi lintas generasi membuat pertunjukan ini mendapat sambutan hangat dari penonton. Tidak hanya warga Dusun Jambu, acara ini juga diramaikan oleh masyarakat lintas dusun, tokoh adat, perangkat desa, hingga mahasiswa dari TIM KKN 108 UIN Sunan Kalijaga yang aktif mendokumentasikan dan mendampingi kegiatan.

Lebih dari sekadar perayaan, malam itu menjadi panggung afirmasi budaya. Generasi muda Karang Taruna turut serta tampil, membuktikan bahwa estafet pelestarian seni tradisional telah mulai berpindah tangan ke pemuda. “Anak muda sekarang harus tahu akar budayanya. Trethek adalah warisan yang harus dirawat, bukan hanya ditonton,” ujar salah satu pemuda Karang Taruna usai tampil.

Partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat, ibu-ibu PKK, kelompok tani, peternak, pelaku UMKM menunjukkan bahwa budaya bisa menjadi perekat sosial lintas usia dan profesi. Momentum Hari Jadi Kalurahan Giricahyo ini bukan hanya seremoni tahunan, melainkan tonggak penting dalam menjaga jati diri di tengah arus zaman. “Kegiatan semacam ini menjadi kegiatan perdana yang direncanakan akan kita gelar setiap malam Rabu Pon atau selapan sekali,“ kata pak Suprayana Lurah Giricahyo saat ditemui di Balai Kalurahan.

Selain kegiatan pentas seni juga gelar potensi UMKM yang ada di Kalurahan Giricahyo. “Untuk malam ini kegiatan gelar UMKM menampilkan dari 3 padukuhan, yakni dari Padukuhan Karangtengah, Jati, dan Jambu,“ tambah Lurah Giricahyo.

Melalui semangat nyawiji (bersatu) dan murakabi (bermanfaat bagi banyak pihak), Dusun Jambu menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan sekadar nostalgia masa lalu, tetapi investasi nilai untuk masa depan.

__Terbit pada
Juli 29, 2025
__Kategori
News