
CUPU PANJALA WARISAN RAMALAN MASA DEPAN DARI TANAH KARST GUNUNGKIDUL
Gunungkidul TV – Malam ini Senin (29/09/2025) di Padukuhan Mendak, Kalurahan Girisekar, Kecamatan Panggang direncakan akan diselenggarakan dibukanya Cupu Panjala. Terasa lebih syahdu apalagi saat ini memasuki Bulan Jawa Sapar tiba. Di sebuah rumah sederhana, warga berbondong-bondong datang. Mereka tak hanya ingin bersilaturahmi, tapi juga menyaksikan salah satu tradisi paling unik di Gunungkidul.
Tiga guci kuno terdiri dari Semar Tinandhu, Palang Kinantang, dan Kenthiwiri tersimpan rapi dalam kotak kayu, dibungkus ratusan lapis kain mori putih. Setiap lembar kain itu dianggap menyimpan pesan. Saat dibuka satu per satu pada malam Selasa Kliwon, muncul simbol-simbol misterius: gambar manusia, binatang, angka, atau bentuk abstrak. Bagi masyarakat, tanda-tanda ini ibarat jendela kecil yang mengintip masa depan musim tanam, peruntungan ekonomi, hingga dinamika sosial setahun ke depan.

Menurut cerita turun-temurun, Cupu Panjala berasal dari seorang tokoh bernama Eyang Seyek atau Kyai Panjala. Konon, ia menemukan benda-benda keramat ini saat menjala ikan di laut selatan. Meski hidup membujang, Eyang Seyek mewariskan cupu ini kepada keturunan saudaranya. Sejak 1957, tradisi pembukaan Cupu Panjala dipusatkan di Padukuhan Mendak dan terus dilestarikan hingga kini.
Awalnya, pembukaan Cupu Panjala berfungsi praktis menandai musim tanam agar petani tak salah memilih waktu. Namun seiring zaman, makna ritual ini berkembang. Ia bukan sekadar penentu jadwal bercocok tanam, melainkan ruang kebersamaan yang mempererat hubungan warga sekaligus memperkaya batin. Di tengah dunia yang serba cepat dan digital, Cupu Panjala menghadirkan jeda kesempatan merenung, mengingat asal-usul, dan mencari harmoni antara manusia, alam, serta Sang Pencipta.

Tak heran, setiap pembukaan Cupu Panjala selalu menyedot perhatian. Orang-orang berdatangan bukan hanya untuk membaca pertanda, tapi juga merasakan atmosfir magis sekaligus hangatnya kebersamaan. Tradisi ini bukan sekadar ramalan, melainkan warisan kearifan lokal yang mengajarkan kesabaran, kebersamaan, dan rasa syukur.
Di balik kain mori putih dan simbol-simbol misterius itu, Cupu Panjala sesungguhnya sedang menuturkan kisah: tentang masyarakat yang bertahan dengan identitasnya, tentang warisan leluhur yang hidup di tengah arus modernitas, dan tentang harapan yang terus tumbuh di tanah karst Gunungkidul. (Red/Disarikan dari berbagai sumber)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.