
GEBYAR KEISTIMEWAAN 2025, SEMARAK KEBERSAMAAN DAN DOA UNTUK NEGERI DI JANTUNG GUNUNGKIDUL
Gunungkidul TV – Ahad malam (31/8/2025), langit Alun-alun Wonosari berpendar dengan cahaya lampu dan keriuhan suara masyarakat yang datang berbondong-bondong. Dari anak-anak yang berlarian riang, remaja yang sibuk berswafoto, hingga orang tua yang duduk menyimak dengan penuh khidmat semua larut dalam suasana meriah Gebyar Keistimewaan 2025, sebuah perayaan untuk menandai 13 tahun lahirnya Undang-Undang Keistimewaan DIY.
Sejak awal, acara sudah dipenuhi nuansa kebersamaan. Doa bersama lintas agama membuka jalannya peringatan. Paniradya Pati, Bupati Gunungkidul, Wakil Bupati, jajaran Forkopimda, hingga tokoh agama dari berbagai keyakinan hadir di panggung utama, bergandeng tangan dalam pengharapan akan kesejahteraan negeri. Suasana hening sesaat, lalu doa bergema, seolah menjadi peneduh hati di tengah gegap gempita.
Tak hanya itu, deretan bazar UMKM memanjakan mata dan lidah pengunjung. Produk unggulan dari Gunungkidul, Bantul, Sleman, Kulon Progo hingga Kota Yogyakarta ditampilkan dengan penuh bangga. Aroma kuliner khas bercampur dengan riuh musik dari panggung, menghadirkan harmoni antara ekonomi kreatif, seni, dan budaya.
Dalam sambutan yang dibacakan Paniradya Pati Aris Eko Nugroho, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan pesan mendalam melalui tema Ngupokoro Budi. Menurut Sultan, keistimewaan Yogyakarta bukan sekadar catatan hukum, melainkan napas keseharian masyarakat yang diwariskan leluhur. “Peringatan ini bukan hanya mengulang kenangan, tetapi menghidupkan makna serta memperkuat langkah ke depan,” demikian pesan Sultan. Ia menegaskan pentingnya merawat tradisi sekaligus menyeimbangkan diri dengan arus modernisasi, agar keistimewaan tetap hidup sebagai praktik keseharian, bukan sekadar simbol.
Sultan menambahkan, Ngupokoro Budi adalah ajakan untuk menjaga jati diri. Dari kesadaran itulah lahir prasantiluko ruang teduh di mana masyarakat merasa aman, terlindungi, dan berdaya. Senada, Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih menekankan momen 13 tahun UUK sebagai refleksi dan doa bersama lintas agama. “Kami berdoa untuk Indonesia, untuk Yogyakarta, dan khususnya untuk Gunungkidul. Malam ini adalah bukti kebersamaan kita semua,” ujarnya penuh haru.
Hingga acara ditutup, suasana tetap aman, tertib, dan kondusif. Senyum pengunjung yang enggan pulang menjadi saksi bahwa Gebyar Keistimewaan 2025 bukan hanya sebuah pesta budaya, melainkan perayaan rasa syukur, persaudaraan, dan harapan yang menyalakan semangat istimewa di hati setiap warga. (Red)