
GUNUNGKIDUL MOZAIK SEJARAH, 17 CAGAR BUDAYA BARU DITETAPKAN DI TAHUN 2025
Gunungkidul TV – Kabupaten Gunungkidul kembali meneguhkan identitasnya sebagai salah satu ’lumbung sejarah’ di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun ini, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kundha Kabudayan Gunungkidul resmi menetapkan 17 cagar budaya baru yang tersebar di berbagai kapanewon.
Penetapan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan langkah besar dalam menjaga napas peradaban dan warisan leluhur agar tetap hidup di tengah masyarakat modern. “Penetapan ini bukan hanya sebatas pencatatan benda bersejarah, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga, melestarikan, serta memanfaatkan potensi cagar budaya untuk pendidikan, pariwisata, hingga penguatan jati diri masyarakat,” ungkap Kepala Kundha Kabudayan Gunungkidul, Chairul Agus Mantara dalam keterangannya.
Dari Markas Kodim hingga Fragmen Arca di Sumberejo
Daftar cagar budaya baru ini sungguh beragam. Mulai dari Bangunan Eks Markas Kodim 0730 Wonosari yang menjadi saksi perjalanan militer di masa lalu; Kubur Peti Batu D.56 di Kalurahan Ngawis, Karangmojo; hingga temuan penting berupa fragmen kubur batu dan menhir di kawasan Kapanewon Playen.
Yang paling menyita perhatian publik adalah temuan bersejarah di Padukuhan Logantung, Kalurahan Sumberejo, Kapanewon Semin. Di kawasan yang selama ini lebih dikenal sebagai wilayah agraris ini, ternyata tersimpan peninggalan arkeologis bernilai tinggi. Tim TACB mencatat keberadaan Kemuncak Candi D.68 Sendang Logantung, Arca D.69 Sendang Logantung, Fragmen Arca D.71, Arca Duduk D.72, hingga beberapa kemuncak lainnya. Setiap temuan menjadi potongan puzzle yang menyatukan kisah panjang peradaban di tanah Gunungkidul.
Bagi warga setempat, kehadiran benda-benda ini bukan sekadar artefak dingin. “Kami merasa bangga, ternyata tanah kami menyimpan sejarah besar. Semoga ini bisa jadi daya tarik wisata budaya,” tutur salah satu warga Sumberejo, yang ikut mendampingi tim saat proses pendataan berlangsung.
Ragam Situs, Ragam Kisah
Selain Logantung, daftar cagar budaya baru juga mencakup Situs Kubur Batu Wana Budha dan Menhir Watu Lare berikut Pipsan D.169 Watu Lare di Kalurahan Giripanggung, Tepus. Ada pula Batu Dakon A dan Batu Dakon B di Situs Kepil, Kalurahan Mulo, Wonosari, yang mengingatkan kita pada tradisi prasejarah masyarakat Nusantara. Masing-masing situs memiliki cerita dan konteks berbeda, namun satu benang merahnya sama: menunjukkan betapa Gunungkidul adalah ruang hidup yang telah dihuni, diolah, dan diwarisi manusia sejak berabad-abad silam.
Pelestarian yang Menghidupkan
Penetapan 17 cagar budaya ini bukan hanya sebuah pengakuan, melainkan awal dari proses panjang pelestarian. Pemerintah daerah bersama masyarakat diharapkan dapat merawat situs-situs tersebut, sembari membuka peluang pengembangan sektor pendidikan dan pariwisata budaya.
Bagi generasi muda, keberadaan cagar budaya ini dapat menjadi ruang belajar yang hidup. Mereka tidak hanya membaca sejarah di buku, tetapi juga bisa merasakan langsung napas peradaban di lokasi-lokasi bersejarah. Bagi wisatawan, situs-situs ini menawarkan pengalaman berbeda: melihat jejak masa lampau sambil menikmati lanskap alam Gunungkidul yang khas.
Gunungkidul, Mozaik Sejarah yang Terus Bertumbuh
Dengan penambahan 17 cagar budaya baru, Gunungkidul semakin menegaskan posisinya sebagai wilayah yang kaya akan sejarah, tradisi, dan peninggalan budaya. Setiap situs adalah potongan mozaik yang, bila dirangkai bersama, memperlihatkan panorama utuh perjalanan leluhur di selatan Jawa.
Harapannya sederhana, namun mendalam: warisan ini tetap terjaga dan bisa terus ’berbicara’ kepada generasi mendatang. Karena menjaga cagar budaya sejatinya bukan hanya soal melestarikan benda, melainkan menjaga ingatan, identitas, dan jati diri masyarakat. (Red/Kimsumberrejo)