MAKNA TEMBANG MACAPAT

Gunungkidul TV – Di dalam Kebudayaan Jawa sangat kental dengan tembang macapat. Dalam buku pelajaran sudah banyak disebutkan sejarah hingga tetembangan-tetembangannya, semua itu bisa didapatkan melalui toko buku maupun internet.

Namun tahukah kita bahwa di dalam struktur macapat tersebut terkandung ilmu falsafah yang sangat luhur yang ingin disampaikan para leluhur kita terdahulu? Berikut adalah makna tersebut.

Macapat = Kanca Papat -> Sedulur papat limo pancer. Kanca papat adalah

  1. Setan yang membisiki kejahatan,
  2. Malaikat yang mencatat amal kejahatan,
  3. Malaikat yang membisiki kebaikan,
  4. Malaikat yang mencatat amal baik. Sedangkan yang kelima adalah ruh kita yang suci.

 

Dalam pakem macapat terdapat tahapan kehidupan. Berikut tahapan-tahapan tersebut.

1. Mas kumambang. Metune nyowo ing alam donya. Ditiupkannya ruh kedalam kandungan.

2. Mijil. Mijiling manungsa ing alam ndonya. Lahirnya bayi dalam kandungan.

3. Kinanthi. Kudu dikanthi kanthi temenan. Fase atau tahapan mendidik anak. Hal ini amat sangat penting sekali bagi masa depan anak didik agar taqwa, memperkenalkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ajarkan budi pekerti yang baik agar menjadi generasi yang TAQWA dan CERDAS.

4. Sinom. Bocah mau wus dadi wong enom. Masa remaja, berikan pendidikan bakat dan keterampilan sesuai dengan minat baik yang menonjol. atau arahkan kepada keterampilan khusus. berikan pendidikan fisik agar kelak tidak malas dan manja saat menjalani kehidupan. inilah generasi TERAMPIL, bibit unggul dengan gemblengan atau penemoaan khusus. Ibarat keris yang telah selesai ditempa, namun belum ada ada pemiliknya.

5. Asmarandana. Bocah enom wus malih dewasa kang tembe bakal ketaman asmara. Fase ini adalah bertemunya anak kita dengan pasangannya. Perlu diketahui bahwa dalam fase ini peran orangtua masih penting. Jangan sampai cinta dunia menyesatkannya dan melupakan 3 sifat luhur yang telah susah payah kita tanam.

6. Gambuh. yen wus tiba palakrama bakale tempuh. Adalah bersatunya cinta suci anak kita dalam satu ikatan pernikahan. Restuilah putra/ putri kita agar bahagia menhalani pernikahannya. Anggap menantu sebagai anak kita sendiri yang harus kita sayangi.

7. Dandang gula. awite mulya saka wani rekasa. pahit manis kehidupan berumahtangga akan dirasakan oleh anak kita. do’a orangtua selalu mengiringi rumah tangga kita. agar bisa meraih kemuliaan dan menggapai martabat.

8. Darma. wus wayahe dharma bhakti netepi kewajiban kang utama. Disamping membina rumah tangga yang berkecukupan tujuan hidup kita adalah mengamalkan ilmu yang telah kita miliki, mendidik anak-anak kita sebagaimana orangtua dan para guru kita dahulu mendidik kita. Sebaik manusia adalah bermanfaat bagi orang lain mendarmabaktikan ilmu dan harta kita kepada orang lain yang membutuhkan agar tercapai kesempurnaan kehidupan.

9. Pangkur. Wayahe mungkur saka ndonya. Semua keahlian duniawi telah berkurang seiring menuanya unur kita. Saatnya melihat anak cucu kita bahagia. do’a restu kita kepada mereka dan wasiat-wasiat kita kepada mereka agar menjadi generasi yang baik. Kini saatnya fokus pada tujuan akhir kehidupan dunia, semakin giat sembahyang karena semakin dekat dengan Tuhan.

10. Megatruh. Ruh kapegat saka raga, bali marang kang maha kuasa. Lepasnya Ruh atau nyawa kita dari raga yang selama ini menemani kita. Sejatinya tempat kita bukan didunia yang fana itu. Menuju kehidupan selanjutnya dialam kubur.

11. Pocung. Setelah ruh terlepas dari raga maka jasad dibungkus kain kafan yang kemudian akan disemayamkan.

Saat ruh meninggalkan dunia maka hanya tinggal kebaikanlah yang ditinggalkannya. “sluku sluku bathok, bathoke ela elo.. Sirama menyang solo, oleh-olehe payung mutho.. Tak jenthit lolo lobah, wong mati ora obah.. Yen obah medheni bocah, yen urip goleko dhuwit..”

__Terbit pada
Januari 17, 2022
__Kategori
Ragam