MENYIBAK JEJAK RORO JONGGRANG, PESONA MISTIS PETILASAN DI TENGAH RIMBA SEMOYO PATUK GUNUNGKIDUL

Gunungkidul TV – Tersembunyi di balik lebatnya hutan Dusun Wonosari, Kalurahan Semoyo, Kapanewon Patuk, terdapat sebuah situs kecil namun sarat makna, Petilasan Mbah Jonggrang. Lokasinya dikepung hutan dari segala penjuru mata angin utara, timur, selatan, hingga barat seolah sengaja dijaga alam untuk tetap sunyi dan sakral.

Petilasan ini tak megah, hanya bangunan mungil berukuran 2 x 1 meter persegi, berdiri sederhana di atas lahan yang masih alami. Namun, di balik kesederhanaannya, tempat ini menyimpan cerita panjang yang membalut sejarah, kepercayaan, dan spiritualitas warga setempat.

Konon, menurut penuturan Bapak Sutarji (45), salah satu pengelola situs sekaligus juru kunci, tempat ini diyakini sebagai lokasi peristirahatan Roro Jonggrang, sosok legendaris dalam cerita rakyat Jawa. “Dulu waktu Roro Jonggrang pulang dari menghadiri undangan Sunan Madang atau Sunan Giri, beliau dan rombongannya singgah di tempat ini,” tutur Pak Sutarji sambil menunjukkan tiga batu yang berjejer rapi di situs tersebut yang dipercaya sebagai titik utama keberadaan petilasan.

Roro Jonggrang yang selama ini kita kenal sebagai tokoh dari kisah Candi Sewu dan Bandung Bondowoso, rupanya memiliki kisah yang menembus batas narasi dongeng, dan hidup dalam memori kolektif warga Gunungkidul. Jejak langkahnya yang disebut melintasi hutan belantara Patuk menjadi semacam legenda lokal yang diwariskan turun-temurun.

Kini, meski zaman telah berubah, Petilasan Mbah Jonggrang tetap dirawat dengan penuh kesadaran budaya oleh warga Semoyo. Tak ada tiket masuk, tak ada gerbang mewah, hanya aura kesunyian yang menenangkan—mengajak siapa pun yang datang untuk sejenak merenung dan menyatu dengan alam serta sejarah.

Warisan Budaya yang Tak Tergantikan

Secara administratif, situs ini telah tercatat sebagai Cagar Budaya Tidak Bergerak dalam kategori struktur, dengan jenis objek petilasan dari periode Islam. Keberadaannya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga warisan leluhur, bukan hanya yang megah, tapi juga yang sederhana namun bermakna. “Ini bukan sekadar tempat. Ini adalah ingatan, jejak, dan jati diri warga,” imbuh salah satu tokoh masyarakat setempat.

Di tengah derasnya arus modernisasi, Petilasan Mbah Jonggrang berdiri sebagai titik hening mengajak kita menengok ke belakang, memahami bahwa kemajuan tak harus menanggalkan akar budaya.

Catatan redaksi: Jika Anda berkesempatan menjelajah Gunungkidul, sempatkan untuk mampir ke Semoyo. Petilasan ini bukan sekadar destinasi, melainkan pelajaran hidup tentang bagaimana sejarah, alam, dan masyarakat berpadu dalam harmoni yang nyaris tak terusik.

__Terbit pada
Agustus 6, 2025
__Kategori
Ragam