
MULAI BULAN APRIL INI, PREDIKSI MUSIM KEMARAU AKAN DIRASAKAN MASYARAKAT INDONESIA
Gunungkidul TV – Musim kemarau tahun 2025 dipastikan akan dimulai pada bulan April ini dan akan terus meluas hingga pertengahan tahun. Kendati durasinya diperkirakan lebih pendek dibanding tahun-tahun sebelumnya, risiko kekeringan tetap mengintai sejumlah wilayah strategis di Indonesia.
Informasi ini menjadi sinyal penting bagi sektor pertanian, energi, hingga kebencanaan untuk mulai bersiap menghadapi puncak kekeringan yang diproyeksikan terjadi antara bulan Juni hingga Agustus.
Berbeda dari tahun 2023 yang dipengaruhi oleh El Nino kuat, musim kemarau 2025 berlangsung dalam kondisi iklim global yang netral, baik dari sisi Samudra Pasifik maupun Hindia. Namun, suhu muka laut yang lebih hangat dari biasanya berpotensi memicu gangguan cuaca lokal di Indonesia. Hal ini bisa berdampak pada dinamika pertanian, ketersediaan air bersih, serta meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah.
Prediksi yang dikeluarkan berdasarkan pemantauan terhadap lebih dari 500 zona musim di Indonesia ini menunjukkan bahwa musim kemarau tidak terjadi secara serentak. Beberapa wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan mulai lebih awal, sementara sebagian lainnya justru mundur dari pola normal. Meskipun tak sepanjang tahun sebelumnya, masyarakat dan pemangku kepentingan tetap diingatkan untuk tidak lengah terhadap ancaman kekeringan maupun penurunan kualitas udara. Simak informasi selengkapnya berikut ini
Musim Kemarau Mulai Terjadi di Bulan April
Awal musim kemarau tahun ini telah mulai berlangsung sejak April 2025, dengan 115 zona musim (ZOM) secara bertahap memasuki periode kering yang kemudian meluas hingga Mei dan Juni ke berbagai daerah seperti Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua, seiring penguatan suhu muka laut di sekitar Indonesia.
Disampaikan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, distribusi awal kemarau diketahui tidak bersifat serentak karena sebagian wilayah mengalami kemunduran atau percepatan dibandingkan rata-rata klimatologi periode 1991–2020, sehingga beberapa zona mengalami perbedaan signifikan dalam jadwal masuk musim kemarau, yang berimplikasi langsung terhadap penyesuaian dalam berbagai sektor produksi dan layanan publik.
Wilayah seperti Sumatera, sebagian Kalimantan, dan Sulawesi tercatat mengalami awal kemarau yang bervariasi, baik maju, mundur, maupun normal, dengan indikator suhu permukaan laut dan kelembapan udara menjadi faktor dominan dalam pembentukan awan hujan dan perubahan pola angin musiman. “Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujarnya, dikutip dari laman resmi BMKG, Senin (14/04/2025).
Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Singkat Tanpa Gangguan Iklim di Samudra Fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang biasanya menjadi pemicu musim kemarau ekstrem tahun ini terpantau berada dalam kondisi netral, sehingga tidak ada pengaruh besar dari dua samudra utama dunia yang biasa mendikte dinamika cuaca Indonesia.
Kondisi netral ini membuat kemarau tahun 2025 diprediksi berlangsung lebih pendek di sebagian besar wilayah, meskipun beberapa kawasan seperti Sumatera dan Kalimantan tetap mengalami periode kemarau lebih panjang dari biasanya dengan potensi gangguan lokal akibat suhu muka laut yang lebih hangat dari normal.
Prediksi ini membuat musim kemarau 2025 dinilai lebih stabil, namun tetap harus diwaspadai karena pola distribusi curah hujan yang tidak merata dapat menimbulkan perbedaan dampak di berbagai sektor strategis termasuk pertanian, energi, dan manajemen sumber daya air. “Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” katanya.
Puncak Kemarau Terjadi di Bulan Juni hingga Agustus
Puncak musim kemarau di Indonesia secara nasional diperkirakan terjadi mulai Juni dan berlangsung hingga Agustus 2025, mencakup sebagian besar wilayah dengan tingkat kekeringan paling tinggi pada bulan Agustus berdasarkan analisis zona musim oleh BMKG. Beberapa zona musim di Sulawesi Utara seperti Bolaang Mongondow, Minahasa, Manado, dan Bitung diprediksi mengalami kekeringan terparah pada Agustus, dengan pola cuaca yang cenderung stabil tanpa hujan dan kelembapan udara yang sangat rendah.
Masa puncak ini sangat krusial bagi sektor pertanian dan kehutanan, karena curah hujan rendah dapat memperbesar risiko gagal panen serta meningkatnya kejadian kebakaran hutan dan lahan, terutama pada wilayah dengan cadangan air tanah terbatas dan minimnya infrastruktur embung. (Red)