PSI GUNUNGKIDUL KECAM AKSI ROY SURYO CS DI MAKAM IBUNDA JOKOWI, INI SUDAH MELAMPAUI BATAS KEMANUSIAAN

Gunungkidul TV – Suasana publik sempat geger setelah beredar video yang menampilkan Roy Suryo bersama Tifa dan sejumlah orang lain mendatangi makam almarhumah Sujiati, ibunda Presiden Joko Widodo, di Solo.

Dalam rekaman yang viral di kanal YouTube Agri Fanani, Brojomusti, dan Bang Bill Offside itu, kelompok tersebut terdengar melontarkan ujaran yang dianggap menghina dan melecehkan.

Tak pelak, aksi tersebut memantik gelombang kemarahan dari berbagai kalangan, termasuk dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Gunungkidul. Ketua DPD PSI Gunungkidul, Danang Ardiyanta, S.Fil, menilai tindakan itu bukan sekadar tidak sopan, tetapi sudah menabrak batas moral dan kemanusiaan. “Ini bukan sekadar tidak sopan, tapi sudah termasuk perbuatan biadab. Mengolok orang yang sudah meninggal, apalagi ibu seorang presiden, menunjukkan moralitas yang rusak,” tegas Danang, Kamis (9/10/2025).

Menurut Danang, apa yang dilakukan Roy Suryo Cs tidak hanya mencederai etika politik, tapi juga menodai nilai-nilai luhur budaya Jawa yang sangat menjunjung tinggi sikap hormat terhadap orang yang telah wafat. Ia menegaskan bahwa makam bukanlah ruang publik untuk berdebat atau bermain politik. “Makam adalah tempat suci dan privat. Tak pantas dijadikan arena politik atau bahan olok-olok. Ini penghinaan terhadap kemanusiaan dan adat istiadat kita,” ujarnya.

Dalam pernyataan resminya, PSI Gunungkidul menyampaikan tiga poin sikap tegas:

  1. Mengutuk keras tindakan amoral Roy Suryo, Tifa, dan rekan-rekannya yang mempermalukan nilai kemanusiaan.
  2. Mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menahan mereka, mengingat status hukum yang telah naik menjadi tersangka.
  3. Menegaskan bahwa makam keluarga adalah area privat yang tidak bisa dimasuki sembarangan dan perbuatannya berpotensi diproses secara hukum.

Danang juga mengingatkan bahwa perbedaan pandangan politik tidak boleh menjadi alasan untuk menghapus rasa hormat dan kemanusiaan. “Negara tak boleh membiarkan politik kebencian tumbuh di atas makam orang tua. Aparat harus bertindak cepat dan tegas,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa demokrasi tidak seharusnya dijadikan pembenaran bagi perilaku yang melanggar adab. “Kita boleh berbeda pilihan, tapi jangan kehilangan rasa hormat. Menghina orang yang sudah tiada bukan bagian dari demokrasi itu bukti kehilangan nurani,” tutup Danang.

Bagi PSI Gunungkidul, kasus ini menjadi cermin penting bagi masyarakat luas: bahwa kebebasan berekspresi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab moral. Kritik dan perbedaan pendapat boleh saja, tetapi tidak dengan cara menodai nilai kemanusiaan dan kebudayaan.

Di tengah derasnya arus politik dan media sosial, seruan PSI Gunungkidul mengingatkan publik bahwa etika, empati, dan adab tetap menjadi fondasi utama dalam kehidupan berbangsa. Karena sejatinya, peradaban tidak diukur dari kerasnya kritik, melainkan dari seberapa halus budi pekerti dalam menyampaikan perbedaan. (Red).

__Terbit pada
Oktober 9, 2025
__Kategori
News