SEPERTI APA RASANYA UANG SERIBU JADI RP 1? MEMAHAMI WACANA REDENOMINASI RUPIAH

Gunungkidul TV – Bayangkan suatu pagi Anda membuka dompet dan mendapati uang Rp1.000 kini hanya bernilai Rp1. Gaji Rp5.000.000 berubah menjadi Rp5.000, dan uang Rp100.000 tinggal Rp100 saja.

Sekilas terdengar mengejutkan, bahkan seperti kehilangan nilai hidup. Namun, begitulah kira-kira gambaran redenominasi rupiah kebijakan penyederhanaan mata uang yang sudah lama dikaji oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

Meski angka nol dihapus, nilai riil rupiah tidak berubah. Daya beli tetap sama, hanya tampilan nominalnya yang disederhanakan agar sistem keuangan lebih efisien dan modern.

Apa Itu Redenominasi Rupiah?

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal uang dengan cara mengurangi jumlah angka nol tanpa mengubah nilai daya belinya. Contohnya:

  • Rp1.000 menjadi Rp1
  • Rp10.000 menjadi Rp10
  • Rp1.000.000 menjadi Rp1.000

Langkah ini bukan karena rupiah melemah, melainkan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan kredibilitas sistem keuangan nasional.

Mengapa Redenominasi Diperlukan?

Indonesia termasuk negara dengan nominal mata uang ber-digit panjang. Satu cangkir kopi bisa seharga Rp25.000 angka yang nyaris tak ditemukan di negara-negara dengan nominal sederhana seperti Jepang, Amerika, atau Eropa.

Dari sisi akuntansi dan transaksi digital, terlalu banyak angka nol membuat pencatatan menjadi tidak efisien. Karena itu, BI menilai redenominasi sebagai langkah reformasi menuju ekonomi modern dan kompetitif secara global.

Ada tiga manfaat utama redenominasi:

  • Mempermudah transaksi dan pencatatan keuangan di era digital.
  • Meningkatkan citra rupiah di kancah internasional karena tampilan nominal lebih rasional.
  • Menekan biaya logistik dan psikologis, termasuk pencetakan uang, sistem kasir, dan penghitungan pajak.

Wacana redenominasi ini juga sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, yang mendorong pembaruan sistem moneter agar sejalan dengan perkembangan ekonomi digital global.

Tantangan: Persepsi dan Psikologi Masyarakat

Perubahan besar seperti ini tentu berpotensi menimbulkan shock perseptual atau kebingungan di masyarakat. Harga makanan di warung yang biasanya Rp15.000 bisa berubah menjadi Rp15. Ongkos ojek Rp10.000 menjadi Rp10, dan uang receh Rp500 menjadi Rp0,5.

Secara nilai ekonomi, semuanya tetap sama. Namun secara psikologis, sebagian orang mungkin merasa uangnya menjadi tidak berharga. Padahal, yang berubah hanya jumlah digit, bukan daya beli. Sebagian masyarakat bahkan bisa merasa bangga karena rupiah menjadi lebih sederhana seperti dolar, yen, atau euro.

Kunci Keberhasilan: Edukasi Publik dan Transisi Bertahap

Keberhasilan redenominasi rupiah sangat bergantung pada komunikasi publik dan edukasi masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat memahami bahwa redenominasi bukan sanering atau pemotongan nilai uang, melainkan sekadar penyederhanaan nominal.

Melalui sosialisasi, simulasi transaksi, dan kampanye media, masyarakat dapat terbiasa dengan sistem baru tanpa kebingungan atau kepanikan.

Kesimpulan: Saat Nol Berkurang, Nilai Tak Berubah

Redenominasi rupiah adalah langkah menuju sistem keuangan yang lebih efisien, stabil, dan modern. Meski tampak kecil, kebijakan ini membawa makna besar bagi masa depan ekonomi Indonesia.

Ketika suatu hari Rp1.000 berubah menjadi Rp1, masyarakat tidak kehilangan nilai apa pun  yang berubah hanyalah cara kita melihat dan menulisnya. Dengan pemahaman yang baik, penyederhanaan ini bisa menjadi simbol bahwa rupiah semakin kuat dan siap bersaing di tingkat global.

Ditulis oleh: Yakub F. Ismail (Ketua Umum Ikatan Media Online – IMO Indonesia)

__Terbit pada
November 13, 2025
__Kategori
Ragam