SILSILAH RAJA KEMBAR XIV, MENYIBAK DRAMA SUKSESI KERATON SURAKARTA YANG MEMIKAT PUBLIK

Gunungkidul TV -Di tengah perkembangan dunia digital yang serba cepat, tidak ada yang menduga bahwa salah satu isu paling ramai beberapa waktu ini justru datang dari jantung kebudayaan Jawa: Keraton Surakarta Hadiningrat. Publik dibuat tercengang oleh munculnya dua tokoh yang sama-sama mengangkat diri sebagai PB XIV, memunculkan istilah yang viral Raja Kembar Keraton Surakarta.

Fenomena ini bukan sekadar isu internal keraton, tetapi telah berubah menjadi tontonan budaya yang memikat, sarat sejarah, penuh intrik keluarga, juga menghadirkan pesona mistis dan romantisme kerajaan Jawa. Namun, agar tidak tersesat dalam hiruk-pikuk berita, memahami silsilah PB XIII menjadi kunci untuk memahami kenapa dualisme tahta ini bisa terjadi.

Liputan khusus ini menyajikan perjalanan lengkap, naratif, sekaligus informatif mengajak pembaca menelusuri jejak keluarga raja, dinamika pernikahan, hingga harapan publik atas masa depan keraton.

PB XIII: Tiga Pernikahan dan Perjalanan Hidup Menjelang Tahta

Paku Buwono XIII dinobatkan sebagai raja Kasunanan Surakarta pada tahun 2004. Namun perjalanan keluarganya dimulai jauh sebelum ia mengenakan gelar kebesaran raja. Pernikahan Pertama  menghasilkan generasi keturunan tiga putri dari gerbang kehidupan awal. Pernikahan pertama PB XIII terjadi saat ia masih bergelar pangeran. Dari pernikahan ini lahir tiga anak perempuan. Rumah tangga tersebut berakhir sebelum ia naik tahta, namun tetap menjadi bagian penting dari peta keluarga besar PB XIII.

Dilanjutkan ke Pernikahan Kedua dengan keturunan tiga anak yakni Perempuan, Laki-Laki, Perempuan. Pernikahan keduanya menghasilkan tiga anak lagi dengan urutan Perempuan, Laki-laki, dan Perempuan. Sang putrayang berada di posisi tengah kelak menjadi salah satu tokoh yang kini mengklaim dirinya sebagai PB XIV. Seperti pernikahan pertama, hubungan PB XIII dan istri keduanya juga berakhir sebelum ia dinobatkan menjadi raja.

Untuk Pernikahan Ketiga Penobatan, Permaisuri, dan Putra Bungsu. Saat PB XIII dinobatkan sebagai raja pada tahun 2004, sang istri ketiga otomatis ditetapkan sebagai permaisuri. Pernikahan ini melahirkan seorang putra laki-laki satu-satunya keturunan lelaki dari istri ketiga. Putra bungsu inilah yang kini turut menyatakan dirinya sebagai PB XIV.

Dari rangkaian tiga pernikahan itu, PB XIII memiliki tujuh anak keturunan yakni lima perempuan dan dua laki-laki. Dan kedua putra inilah yang hari ini menjadi pusat perhatian nasional.

Mengapa Terjadi Dualisme PB XIV? Menyusuri Akar Konflik

Membicarakan kerajaan Jawa tidak bisa dilepaskan dari adat, legitimasi, simbolisme, dan tentu saja politik keluarga. Dalam sejarah panjang Kasunanan Surakarta, persoalan suksesi bukanlah hal baru. Namun, kali ini yang membuat publik terpikat adalah kemunculan dua pewaris laki-laki dari dua ibu berbeda keduanya dengan dukungan kelompok internal keraton.

  • Tafsir Adat dan Legitimasi Ibu yang Berbeda

Tradisi Jawa memandang garis ibu dan status pernikahan sebagai dua hal yang sangat berpengaruh dalam suksesi. Kedua pangeran memiliki legitimasi yang bisa ditafsirkan berbeda-beda tergantung perspektif kelompok yang mendukung.

  • Kompleksitas Modernisasi dan Fragmentasi Keraton

Keraton Surakarta bukan lagi institusi politik yang memiliki kekuasaan administratif. Namun pelestarian adat, simbol budaya, dan kewibawaan sejarah tetap membuat posisi PB XIV sangat bergengsi. Di sinilah muncul arena perebutan simbolik yang kemudian menjadi viral.

  • Peran Media dan Viralitas

Di era media sosial, perbedaan pendapat internal keraton dapat dengan mudah menjadi bahan perbincangan publik. Narasi Raja Kembar dengan cepat memikat atensi karena kombinasi antara drama keluarga, sejarah Jawa, dan sentuhan mistisisme ala keraton.

Dampak bagi Keraton: Antara Persatuan dan Pelestarian Budaya

Keraton Surakarta bukan sekadar bangunan bersejarah. Ia merupakan pusat kebudayaan Jawa, penjaga tradisi, sekaligus ikon yang melekat dalam identitas Kota Surakarta. Dualisme tahta ini berpotensi mempengaruhi Kegiatan budaya seperti kirab, garebeg, dan tradisi adiluhur lain. Pelestarian artefak dan kawasan keraton. Hubungan internal para abdi dalem dan sentono dalem, Kepercayaan masyarakat terhadap otoritas budaya.

Namun, di sisi lain konflik ini juga mendatangkan sorotan nasional yang bisa menjadi momentum untuk lebih mengenalkan budaya keraton kepada generasi muda.

Harapan Publik: Damai, Rukun, dan Tetap Njawani

Di balik perdebatan panjang dan dinamika internal, publik tetap berharap satu hal Keraton Surakarta dapat kembali rukun dan bersatu. Drama istana memang menarik, tetapi keraton memiliki nilai budaya yang jauh lebih besar daripada konflik internal yang sedang terjadi.

Banyak masyarakat berharap adanya musyawarah keluarga, pemangku adat, dan tokoh-tokoh budaya untuk menyelesaikan dualisme ini dengan cara yang halus, elegan, dan tetap menjunjung tata krama Jawa. Ini bukan sekadar soal siapa yang menjadi PB XIV. Ini tentang menjaga warisan peradaban Jawa yang telah bertahan berabad-abad.

Raja Kembar dan Pesona Abadi Sebuah Keraton

Fenomena Raja Kembar adalah jendela kecil menuju kompleksitas kehidupan keraton tradisi yang tua, keluarga kerajaan, legitimasi adat, dan dinamika modern. Silsilah PB XIII dengan tiga pernikahan, tujuh anak, dua putra menjadi titik kunci yang membantu publik memahami bagaimana dualisme tahta ini muncul.

Drama boleh terjadi. Perdebatan boleh berlangsung. Namun pesona keraton tetap memikat dan meninggalkan banyak pelajaran tentang keluarga, tradisi, dan pentingnya menjaga budaya di tengah arus zaman.

Liputan Khusus berdasarkan sumber Joko Intarto

__Terbit pada
November 18, 2025
__Kategori
Ragam