UMBUL UMBUL PODANG NGISEP SARI, KEKHASAN GUNUNGKIDUL DI BALIK SEDERHANA

Gunungkidul TV – Di tengah geliat kemajuan dan gempuran budaya modern, masyarakat Gunungkidul tetap menyimpan satu kekayaan tak ternilai: kearifan lokal. Salah satu ungkapan yang sering mencuat dalam obrolan warung kopi, pentas ketoprak, bahkan forum intelektual, adalah Umbul-umbul Podang Ngisep Sari.

Ungkapan ini mungkin terdengar ringan di telinga. Namun bagi masyarakat Gunungkidul, ia adalah simbol, filosofi, dan lebih dari itu cerminan karakter yang dibentuk oleh sejarah panjang, alam yang menantang, dan budaya yang kuat.

Gb. Burung Kepodang
Gb. Burung Kepodang

Antara Umbul-umbul dan Burung Podang

Secara etimologis, umbul-umbul adalah bendera panjang khas Jawa yang dikibarkan tinggi untuk menandai hajatan besar, sedangkan burung podang dikenal dengan bulunya yang kuning mencolok. Dua elemen ini memiliki benang merah keduanya menarik perhatian, mencolok secara visual.

Namun ketika ditambah frasa ngisep sari yang berarti menyerap inti atau sari atau esensi, muncullah makna baru yang lebih dalam. Ini bukan hanya tentang keindahan luar, tapi juga tentang strategi hidup tampil sederhana tapi menyerap manfaat maksimal dari sekitar. Cerdik, tenang, namun efektif.

Gunungkidul Falsafah dari Tanah Karst

Kabupaten Gunungkidul dengan bentang alam karst yang unik, dulu dikenal sebagai wilayah dengan keterbatasan air dan infrastruktur. Tapi justru dari keterbatasan itulah lahir karakter masyarakat yang adaptif dan tangguh. Mereka belajar hidup dari kekurangan, dan tak sedikit yang mampu ngisep sari dari tanah yang tandus secara harfiah maupun filosofis.

Di sinilah frasa tersebut mendapatkan konteksnya. Umbul-umbul Podang Ngisep Sari adalah gambaran tentang kejelian dan keluwesan orang Gunungkidul dalam bertahan hidup, bahkan memanfaatkan peluang dalam diam. “Orang Gunungkidul itu ora grusa-grusu, tapi nek wis tumindak, mesthi ono asilé,” ujar Pak Saryono, 72 tahun, seorang budayawan asal Karangmojo. “Ngisep sari kuwi ora mung soal golek manfaat, tapi soal mikir jero, ngerti inti urip.

Dari Dagelan ke Identitas Budaya

Dalam pementasan dagelan Mataram, tokoh-tokoh asal Gunungkidul kerap digambarkan dengan karakter ngisep sari cerdik tapi kalem. Kadang muncul dalam bentuk guyonan, namun sering mengandung kritik sosial terselubung mereka yang tampil memikat tapi menyembunyikan maksud tertentu. Namun kini, ungkapan tersebut tidak lagi sekadar sindiran atau lelucon. Ia menjadi bagian dari identitas budaya sebuah metafora tentang kecerdikan, efisiensi, dan kemandirian khas Gunungkidul.

Hubungan Kini di Era Digital

Menariknya semangat ngisep sari masih terasa relevan di era digital. Banyak anak muda Gunungkidul yang kini menjadi pionir dalam dunia konten kreatif, edukasi wisata, hingga ekonomi digital berbasis desa. Mereka tak banyak bicara, namun hasilnya terasa. Mereka menyerap ilmu, informasi, dan teknologi lalu mengolahnya dengan cita rasa lokal. “Kalau dulu kita menyerap sari dari alam dan petuah orang tua, sekarang kita menyerap sari dari internet dan pengalaman global,” ujar Annisa, seorang pemudi salah satu admin di sekolah dasar negeri asal Wonosari. “Akan tetapi prinsipnya tetap: sederhana, fokus, dan berdaya,“ tambahnya.

 

Gb. Peta Wisata Gunungkidul
Gb. Peta Wisata Gunungkidul

Falsafah yang Tak Pernah Usang

Ungkapan Umbul-umbul Podang Ngisep Sari adalah bukti bahwa bahasa bisa menjadi jendela menuju kebijaksanaan. Ia bukan sekadar kata, tapi jalan berpikir. Ia bukan sekadar sindiran, tapi arah hidup. Bagi Kabupaten Gunungkidul ia adalah cermin: bahwa di balik penampilan sederhana, selalu ada kedalaman cara pandang dan kejelian dalam bertindak. Dalam era penuh riuh pencitraan, filosofi ini justru menjadi penyejuk dan pengingat: berbuat lebih penting daripada bersuara keras.

Warna Merah dan Kuning di Umbul Umbul Podang Ngisep Sari

Makna Warna Merah dan Kuning dalam Simbolisme Jawa.

  • Warna Merah melambangkan semangat, keberanian, kekuatan, dan ambisi. Dalam filosofi Jawa, merah sering dihubungkan dengan unsur api dan arah selatan, serta karakter yang dinamis dan penuh energi.
  • Warna Kuning (Podang) melambangkan kejernihan, kecerdasan, kemuliaan, dan keindahan. Dalam konteks pewayangan, warna kuning (emas) kerap dikaitkan dengan tokoh luhur, atau mereka yang memiliki daya tarik spiritual dan intelektual tinggi.

Hubungannya dengan Burung Podang

Burung podang (biasanya merujuk pada Oriolus chinensis, atau burung kepodang) memang memiliki warna kuning terang dan hitam, tetapi dalam versi kultural, ia juga sering digambarkan berbaur dengan warna merah (terutama dalam ornamen wayang, busana adat, atau simbol visual). Warna-warna ini memperkuat citra si burung sebagai makhluk indah, mencolok, namun penuh makna tersembunyi.

Bentuknya Umbul-umbul bermakna sebagai Penanda Sosial dan Spiritualitas

Dalam tradisi Jawa, umbul-umbul dengan warna merah dan kuning sering dipakai dalam acara adat, grebeg, atau ritual keagamaan, terutama untuk menandai:

  • Kehadiran energi spiritual
  • Kehormatan dan status
  • Perayaan atau kekuatan simbolik yang harus ditampilkan

Jadi warna merah dan kuning tidak hanya dipilih karena mencolok, tapi karena mewakili energi sosial-spiritual yang ingin ditampilkan kepada masyarakat.

Konteks Ngisep Sari

Merah dan kuning menciptakan kontras visual: terang, mencolok, menarik perhatian. Namun frasa ngisep sari justru bicara tentang proses dalam, diam, dan tersembunyi menyerap esensi, bukan permukaan. Di sinilah daya tariknya Warna mencolok di luar (merah-kuning), tapi tindakan tersembunyi di dalam (mengambil sari). Ini menggambarkan dualitas kehidupan masyarakat Jawa: antara lahiriah dan batiniah, antara tampilan dan esensi.

Kesimpulannya:

Warna merah dan kuning pada Umbul-umbul Podang Ngisep Sari dipilih bukan sekadar karena indah atau mencolok, tapi karena:

  1. Merah melambangkan keberanian dan energi lahiriah.
  2. Kuning melambangkan kecerdasan, kemuliaan, dan esensi batiniah.
  3. Kombinasi keduanya mencerminkan filosofi hidup masyarakat Gunungkidul: tampil sederhana dan bersahaja, tapi menyerap sari kehidupan secara bijak dan mendalam.

Umbul-umbul Podang Ngisep Sari karena kadang yang terlihat biasa, justru menyimpan sari kehidupan paling murni.

Ditulis oleh: Immawan Muhammad Arif (Founder Gunungkidul TV / Forum Jurnalis dan Riset Gunungkidul & Sekretaris Bikersmu Pusat) disarikan dari berbagai sumber

__Terbit pada
Agustus 5, 2025
__Kategori
Ragam