
DINAS KESEHATAN GUNUNGKIDUL GENCARKAN GERAKAN CEGAH STUNTING SEJAK DINI LEWAT SEKOLAH
Gunungkidul TV – Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melalui Dinas Kesehatan terus memperkuat komitmen dalam upaya percepatan penurunan angka stunting, dengan menyasar anak-anak dan remaja di lingkungan sekolah.
Upaya tersebut diwujudkan melalui Gerakan Cegah Stunting: Kenali, Deteksi, Dampingi yang menggandeng sekolah, puskesmas, serta lintas sektor lainnya. Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono, menyampaikan bahwa pencegahan stunting harus dimulai sejak usia remaja. Hal ini karena stunting tidak semata akibat kekurangan gizi saat bayi, tetapi merupakan akumulasi dari masalah kesehatan yang tidak ditangani sejak masa remaja. “Remaja yang sehat secara fisik dan mental merupakan investasi penting untuk mencegah stunting pada generasi berikutnya. Oleh karena itu, sekolah memiliki peran strategis dalam membentuk perilaku hidup sehat serta mendeteksi dini gangguan kesehatan,” ujar Ismono dalam kegiatan yang digelar di BMT Dana Insani Wonosari, Rabu (9/7/2025).
Ismono memaparkan, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional mencapai 21,5 persen. Meski angka ini menunjukkan tren penurunan, namun masih jauh dari target RPJMN 2025 yang menetapkan batas maksimal 18,8 persen, dan target nasional 14 persen pada 2029. Program ini turut melibatkan pemeriksaan kesehatan oleh dokter spesialis dari RSUD Wonosari, seminar penjaringan kesehatan anak sekolah, serta diskusi panel yang membahas kesehatan jiwa remaja.
Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, yang hadir dalam kegiatan tersebut, menegaskan bahwa stunting bukan hanya persoalan balita, tetapi kerap kali berawal sejak remaja, bahkan sejak masa sekolah dasar. “Masa remaja adalah fase pertumbuhan kedua dan menjadi masa pembentukan perilaku menuju usia dewasa,” ungkapnya. Joko juga menyampaikan bahwa Pemkab Gunungkidul telah menindaklanjuti amanat Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 dengan menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2023 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Menurutnya, regulasi ini merupakan bentuk nyata komitmen daerah dalam menangani isu stunting secara holistik. Ia menekankan pentingnya peran guru sebagai pendengar pertama (first listener) dalam mengenali tanda-tanda gangguan psikososial siswa. “Sekolah yang sehat secara mental akan sangat berkontribusi dalam pencegahan stunting jangka panjang,” tambah Joko.
Gerakan ini melibatkan berbagai unsur, mulai dari Kantor Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, sekolah menengah hingga madrasah, serta Koordinator Wilayah Bidang Pendidikan di seluruh Kabupaten Gunungkidul. “Stunting adalah tanggung jawab bersama. Mari kita bergotong royong—sekolah, puskesmas, orang tua, dan pemerintah agar generasi mendatang tumbuh sehat, cerdas, dan bebas dari stunting,” pungkasnya. (Red)